Ironisnya, ketika pengasong syi’ah konsisten dengan
kesesatannya, dan tetap gigih menjadikan isu memojokkan Salafy-Wahabi sebagai
pintu masuk menjajakan paham sesatnya; pada saat bersamaan ada sosok yang oleh
pengasong syi’ah diledekin sebagai Salafy-Wahabi justru terlihat
runtang-runtung dengan mesra bersama peledeknya. Bahkan di antara sesama mereka
(yang diledekin sebagai Salafy-Wahabi oleh pengasong syi’ah plus praktisi
bid’ah), justru cenderung berpecah-pecah, berbantah-bantah. Untuk memaknai
thoghut saja, mereka saling serang tak ada kesepakatan dan kearifan.
Makanya, pengasong syi’ah dan praktisi bid’ah merasa seperti
di atas angin, dan merasa superior dengan praktik talbis al-iblis yang
menjadikan isu Salafy-Wahabi sebagai kambing hitam dan hantu jejadian
radikalisme agama di Indonesia. Astaghfirullooh…
Menghadapi masalah seperti ini, walau selicik apapun mereka
(para pengasong syiah dan pengusung bid’ah), namun sebenarnya sudah ada
petunjuk-petunjuk dalam Islam. Kalau kita melihat sejarah Islam, syi’ah itu
dalam membuat fitnah adalah jagonya. Para sahabat dan bahkan isteri-isteri Nabi
Muhammad shollalloohu ‘alaihi wa sallam saja difitnah secara keji oleh
orang-orang syi’ah. Dari dulu hingga kini. Masih pula mereka lontarkan apa yang
mereka sebut do’a namun isinya laknat lagi. Nah, kini apalagi hanya orang
sekarang yang berusaha untuk mengikuti Islamnya para sahabat Nabi Muhammad shollalloohu
‘alaihi wa sallam allam, maka untuk memfitnahnya itu sudah merupakan hal yang
lebih gampang dan sangat mudah bagi syi’ah.
Dari sini apakah kita harus mengawasi dan diam saja ‘demi
menghindari fitnah’? Fitnah apakah yang lebih besar dari pada menuduh generasi
teladan umat islam sebagai masyarakat bejat dan pendusta?
Marilah kita merenungi sama-sama perkataan bijak salah
seorang sahabat yang bernama Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu: “Bila umat
Islam di akhir zaman mulai melaknat pendahulunya, maka siapa saja yang berilmu
hendaklah menunjukkan ilmunya. Bila ia menyembunyikan, maka ia seperti yang
menyembunyikan ajaran Muhammad shollalloohu ‘alaihi wa sallam.” (Nisbat riwayat ini kepada Nabi sanadnya
dha’if, namun riwayat ini adalah dari perkataan Jabir bin Abdillah)
Bisakah Anda menangkap kedalaman makna ucapan ini? Hujatan
terhadap generasi sahabat bukan sekedar hujatan terhadap mereka yang telah
tiada… tidak juga seperti ucapan sebagian orang bahwa: “Hujatan tersebut tidak
berbahaya bagi para sahabat, karena mereka telah masuk Surga meski Syi’ah tidak
suka.” Akan tetapi bahaya besar di balik ucapan ini ialah karena hujatan
terhadap para sahabat pada hakikatnya adalah hujatan terhadap Islam secara
langsung. Sebab kita tidak mendapatkan ajaran Islam kecuali melalui para
sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Kalau berbagai hujatan yang menimbulkan keraguan akan akhlak, niat, dan perbuatan para sahabat dibiarkan; lantas agama model apa yang akan kita anut? Hilanglah agama kita kalau kita terima semua itu… hilanglah hadits-hadits Rosululloh shollalloohu ‘alaihi wa sallam dan ajaran beliau. (http://nahimunkar.com/14988/awas-syiah-mengancam-kita/)
Selanjutnya kini, kalau fitnah – berupa pemojokan dengan
sebutan salafi wahabi dan aneka fitnah secara dusta– terhadap generasi yang
mengikuti para sahabat itu kita diamkan saja padahal kita tahu, lantas apakah
kita rela aqidah Ummat Islam ini diganti dengan aliran sesat syi’ah dan
bermuatan aneka bid’ah?
Wallohu A'lamu Bishshowab..
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar