Pada
hari-hari ini, kita melihat bahwa kaum Syi’ah sibuk menyebarkan
lembaran-lembaran dari beberapa tokoh yang berisi beberapa pernyataan bahwa
agama Syi’ah tidak sesat. Hal ini sudah menjadi kebiasaan kaum Syi’ah, pada
negeri tempat mereka menganggap diri-diri mereka sebagai kaum minoritas, untuk
menyerukan pendekatan atau persatuan antara Sunni dan Syi’ah serta yang
semisalnya. Seluruh hal tersebut adalah upaya untuk mengaburkan sikap ulama
Islam terhadap agama Syi’ah. Berikut beberapa ucapan ulama kaum muslimin
tentang agama Syi’ah agar umat Islam mengetahui bagaimana sikap ulama Islam
yang sesungguhnya terhadap agama Syi’ah.
Imam ‘Alqamah bin
Qais An-Nakha’iy 1. v (W. 62 H)
Beliau berkata,
“Sungguh kaum
Syi’ah ini telah berlaku ekstrem terhadap ‘Ali Rodhialloohu ‘Anhu sebagaimana kaum Nashara berlaku
ekstrem terhadap Isa bin Maryam.” [Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah
2/548]
Imam
‘Amr bin Syarâhîl Asy-Sya’by Al-Kûfy 2. v (W. 105 H)
Beliau
bertutur,
“Saya
tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih dungu daripada kaum Syi’ah.”
[Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/549, Al-Khallâl
dalam As-Sunnah 1/497, dan Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd
Ahlis Sunnah Wa Al-Jam’âh 7/1461]
Beliau
juga bertutur,
“Saya
melihat kepada pemikiran-pemikiran sesat ini, dan Saya telah berbicara dengan
penganutnya. Saya tidak melihat bahwa ada suatu kaum yang akalnya lebih pendek
daripada kaum (Syi’ah) Al-Khasyabiyah.” [Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad
dalam As-Sunnah 2/548]
Imam Thalhah bin
Musharrif 3. v (W. 112 H)
Beliau berkata,
“(Kaum
Syi’ah) Rafidhah tidak boleh menikahi kaum perempuan mereka dan tidak boleh
memakan daging-daging sembelihannya karena mereka adalah kaum murtad.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Ash-Shughrâ` hal. 161]
Imam Abu Hanîfah
Muhammad bin An-Nu’mân 4. v (W. 150 H)
Beliau berucap,
“Al-Jamâ’ah
adalah (berarti) engkau mengutamakan Abu Bakar, Umar, Ali, dan Ustman, serta
janganlah engkau mencela seorang pun shahabat Rasulullah n. [Al-Intiqâ` Fî
Fadhâ`il Ats-Tsalâtsah Al-A`immah Al-Fuqahâ` hal. 163]
Imam Mis’ar bin
Kidâm 5. v (W. 155 H)
Imam Al-Lâlakâ`iy
meriwayatkan bahwa Mis’ar bin Kidâm dijumpai seorang lelaki dari kaum Rafidhah,
kemudian orang tersebut membicarakan sesuatu dengannya, tetapi kemudian Mis’ar
berkata,
“Menyingkirlah
dariku. Sesungguhnya engkau adalah syaithan.” [Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis
Sunnah Wal Jamâ’ah 8/1457]
Imam
Sufyân bin Abdillah Ats-Tsaury 6. v (W. 161 H)
Muhammad
bin Yusuf Al-Firyâby menyebut bahwa beliau mendengar Sufyân ditanya oleh
seorang lelaki tentang pencela Abu Bakr dan Umar,
Sufyân
pun menjawab, “(Pencela itu) adalah kafir kepada Allah Yang Maha Agung.”
Orang
tersebut bertanya, “(Bolehkah) Kami menshalatinya?”
(Sufyân)
menjawab, “Tidak. Tiada kemuliaan baginya.”
Kemudian
beliau ditanya, “Lâ Ilâha Illallâh. Bagaimana kami berbuat terhadap
jenazahnya?”
Beliau
menjawab, “Janganlah kalian menyentuhnya dengan tangan-tangan kalian. Angkatlah
(jenazah itu) dengan kayu hingga kalian menutup kuburnya.” [Disebutkan oleh
Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lâm An-Nubalâ` 7/253]
Imam Malik bin
Anas 7. v (W. 179 H)
Beliau bertutur,
“Orang yang
mencela shahabat Nabi n tidaklah memiliki saham atau bagian apapun dalam
keislaman.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah hal. 162 dan Al-Khatsûl dalam As-Sunnah
1/493]
Asyhab bin Abdul
Aziz menyebutkan bahwa Imam Malik ditanya tentang Syi’ah Rafidhah maka
Imam Malik
menjawab,
“Janganlah
kalian meriwayatkan hadits dari mereka
Sesungguhnya
mereka itu sering berdusta.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah
Al-Kubrâ` sebagaimana dalam Minhâj As-Sunnah karya Ibnu Taimiyah
1/61]
Imam Abu Yusuf
Ya’qub bin Ibrahim 8. v (W.182 H)
Beliau berkata,
“Saya tidak
mengerjakan shalat di belakang seorang Jahmy (penganut Jahmiyah), Râfidhy
(penganut paham Syi’ah Rafidhah), dan Qadary (penganut paham Qadariyah).”
[Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa
Al-Jamâ’ah 4/733]
Imam Abdurrahman
bin Mahdi 9. v (W. 198 H)
Beliau berucap,
“Ada dua
agama (yang bukan Islam, -pent.), yaitu Jahmiyah dan Rafidhah.” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhâry dalam Khalq Af’âl Al-‘Ibâd hal.125]
Imam Muhammad bin
Idris Asy-Syâfi’iy 10. v (W. 204 H)
Beliau berkata,
“Saya tidak
pernah melihat seorang pun penganut hawa nafsu yang lebih dusta dalam pengakuan
dan lebih banyak bersaksi palsu melebihi Kaum Rafidhah.” [Diriwayatkan oleh
Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ` 2/545 dan Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh
Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/1457]
Imam Yazîd bin
Harun 11. v (W. 206 H)
Beliau berkata,
“Boleh
mencatat (hadits) dari setiap penganut bid’ah yang menyeru kepada bid’ahnya,
kecuali (Syi’ah) Rafidhah karena mereka sering berdusta.” [Diriwayatkan oleh
Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ` sebagaimana dalam Minhâj
As-Sunnah 1/60 karya Ibnu Taimiyah]
Imam Muhammad bin
Yusuf Al-Firyaby 12. v (W. 212 H)
Beliau berkata,
“Saya tidak
memandang kaum Rafidhah dan kaum Jahmiyah, kecuali sebagai orang-orang zindiq.”
[Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa
Al-Jamâ’ah 8/1457]
Imam Al-Humaidy,
Abdullah bin Az-Zubair 13. v (W. 219 H)
Setelah menyebutkan
kewajiban mendoakan rahmat bagi para shahabat, beliau berkata,
“Kita tidaklah
diperintah, kecuali memohonkan ampunan bagi (para shahabat). Siapa saja yang
mencerca mereka atau merendahkan mereka atau salah seorang di antara mereka,
dia tidaklah berada di atas sunnah dan tidak ada hak apapun baginya dalam
fâ`i.” [Ushûl As-Sunnah hal.43]
Imam Al-Qâsim bin
As-Sallam 14. v (W. 224 H)
Beliau berkata,
“Saya telah
hidup dengan seluruh manusia. Saya telah berbicara dengan ahli kalam dan …
demikian. Saya tidak melihat ada yang lebih kotor, lebih menjijikkan,
argumennya lebih lemah, dan lebih dungu daripada kaum Rafidhah ….”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/499]
Imam Ahmad bin
Yunus 15. v (W. 227 H)
Beliau berkata,
“Sesungguhnya
kami tidaklah memakan sembelihan seorang Syi’ah Rafidhah karena dia, menurut
Saya, adalah murtad.” [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl
I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/459]
Imam Ahmad bin
Hanbal 16. v (W. 241 H)
Banyak riwayat
dari beliau tentang celaan terhadap kaum Rafidhah. Di antaranya adalah:
Beliau ditanya
tentang seorang lelaki yang mencela seorang shahabat Nabi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam maka beliau
menjawab:
“Saya tidak
memandang bahwa dia di atas (agama) Islam.” [Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam
As-Sunnah 1/493]
Beliau juga
ditanya tentang pencela Abu Bakr, Umar, dan Aisyah maka beliau menjawab:
“Saya tidak
memandang bahwa dia di atas (agama) Islam.” [Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam
As-Sunnah 1/493]
Beliau ditanya
pula tentang orang yang bertetangga dengan (Syi’ah) Rafidhah yang memberi salam
kepada orang itu. Beliau menjawab:
“Tidak (dijawab).
Bila (orang Syi’ah) itu memberi salam kepada (orang) itu, janganlah dia
menjawab (salam) tersebut.” [Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/494]
Imam Al-Bukhâry, Muhammad bin Ismail
17. v (W. 256 H)
Beliau berkata,
“Saya tidak
peduli. Baik Saya melaksanakan shalat di belakang Jahmy dan Rafidhy maupun Saya
mengerjakan shalat di belakang orang-orang Yahudi dan Nashara,
(ketidakbolehannya sama saja). (Seseorang) tidak boleh menjenguk mereka,
menikahi mereka, dan bersaksi untuk mereka.” [Khalq Af’âl Al-‘Ibâd hal.
125]
Imam Abu Zur’ah
Ar-Râzy, Ubaidullah bin Abdil 18. Karim v (W. 264 H)
Beliau berkata,
“Apabila engkau
melihat seorang lelaki yang merendahkan seorang shahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, ketahuilah
bahwa dia adalah zindiq. Hal itu karena, di sisi Kami, Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam adalah benar dan
Al-Qur`an adalah benar. Sesungguhnya, penyampai Al-Qur`an ini dan hadits-hadits
adalah para shahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam. Orang Syi’ah yang mencela shahabat) hanya ingin
mempercacat saksi-saksi Kita untuk menghasilkan Al-Kitab dan Sunnah, Celaan
terhadap (kaum pencela itu) adalah lebih pantas dan mereka adalah para zindiq.”
[Diriwayatkan oleh Al-Khâtib dalam Al-Kifâyah hal. 49]
Imam Abu Hâtim
Ar-Râzy, Muhammad bin Idris 19. v (W. 277 H)
Ibnu Abi Hâtim
bertanya kepada ayahnya, Abu Hâtim, dan kepada Abu Zur’ah tentang madzhab dan
aqidah Ahlus Sunnah maka Abu Hâtim dan Abu Zur’ah menyebut pendapat yang
disepakati oleh para ulama itu di berbagai negeri. Di antara perkataan mereka
berdua adalah bahwa kaum Jahmiyah adalah kafir, sedang kaum Rafidhah telah
menolak keislaman. [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd
Ahlis Sunnah Wa Al-Jam’âh 1/178]
Imam Al-Hasan bin
Ali bin Khalaf Al-Barbahary 20. v (W. 329 H)
Beliau berkata,
“Ketahuilah bahwa
seluruh pemikiran sesat adalah menghancurkan, mengajak kepada kudeta. Yang
paling hancur dan paling kafir di antara mereka adalah kaum Rafidhah,
Mu’tazilah, Jahmiyah. Sesungguhnya mereka menghendaki manusia untuk melakukan ta’thîl
dan kezindiqan.” [Syarh As-Sunnah hal. 54]
Imam Umar bin
Syâhin 21. v (W. 385 H)
Beliau berkata,
“Sesungguhnya,
sebaik-baik manusia setelah Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam adalah Abu Bakr,
Umar, Utsman, dan Ali Rodhialloohu ‘Anhum serta sesungguhnya seluruh shahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam adalah
orang-orang pilihan lagi baik. SesungguhnyaSaya beragama kepada Allah dengan
mencintai mereka semua, dan sesungguhnya Saya berlepas diri dari siapa saja
yang mencela, melaknat, dan menyesatkan mereka, menganggap mereka berkhianat,
serta mengafirkan mereka …, dan sesungguhnya Saya berlepas diri dari semua
bid’ah berupa Qadariyah, Murji’ah, Rafidhah, Nawâshib, dan Mu’tazilah.” [Al-Lathîf
Li Syarh Madzâhib Ahlis Sunnah hal. 251-252]
Imam Ibnu
Baththah 22. v (W. 387 H)
Beliau bertutur,
“Adapun (Syi’ah)
Rafidhah, mereka adalah manusia yang paling banyak berselisih, berbeda, dan
saling mencela. Setiap di antara mereka memilih madzhab tersendiri untuk
dirinya, melaknat penyelisihnya, dan mengafirkan orang yang tidak mengikutinya.
Seluruh dari mereka menyatakan bahwa tidak (sah) melaksanakan shalat, puasa,
jihad, Jum’at, dua Id, nikah, talak, tidak pula jual-beli, kecuali dengan imam,
sedang barangsiapa yang tidak memiliki imam, tiada agamanya baginya, dan
barangsiapa yang tidak mengetahui imamnya, tiada agama baginya …. Andaikata
bukan karena pengutamaan penjagaan ilmu, yang perkaranya telah Allah tinggikan
dan kedudukannya telah Allah muliakan, dan penyucian ilmu terhadap percampuran
najis-najis penganut kesesatan serta keburukan pendapat-pendapat dan madzhab
mereka, yang kulit-kulit merinding menyebutkannya, jiwa merintih
mendengarkannya, dan orang-orang yang berakal membersihkan ucapan dan
pendengaran mereka dari ucapan-ucapan bid’ah tersebut, tentulah Saya akan
menyebutkan (kesesatan Rafidhah) yang akan menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang ingin mengambil pelajaran.” [Al-Ibânah Al-Kubrâ` hal. 556]
Imam Al-Qahthâny
23. v (W. 387 H)
Beliau menuturkan
kesesatan Rafidhah dalam Nûniyah-nya,
Sesungguhnya
orang-orang Rafidhah adalah sejelek-jelek makhluk yang pernah menapak bebatuan
Dari seluruh
manusia yang berbicara dan seluruh jin
Mereka memuji
Nabi, tetapi menganggap para shahabatnya berkhianat
Dan mereka
menuduh para shahabat dengan kezhaliman dan permusuhan
Mereka (mengaku)
mencintai kerabat Nabi, tetapi mencela para shahabat beliau
Dua perdebatan
yang bertentangan di sisi Allah
[Nûniyah Al-Qahthâny hal. 21]
Imam Abul Qâsim
Ismail bin Muhammad Al-Ashbahâny 24.v (W. 535 H)
Beliau berucap,
“Orang-orang Khawarij dan Rafidhah, madzhabnya telah
mencapai pengafiran shahabat dan orang-orang Qadariyah yang mengafirkan kaum
muslimin yang menyelisihi mereka. Kami tidak berpendapat bahwa boleh
melaksanakan shalat di belakang mereka, dan kami tidak berpendapat akan
kebolehan hukum para qadhi dan pengadilan mereka. Juga bahwa, siapa saja di
antara mereka yang membolehkan kudeta dan menghalalkan darah, tidak diterima
persaksian dari mereka.” [Al-Hujjah Fî Bayân Al-Mahajjah 2/551]
Imam Abu Bakr bin
Al-‘Araby 25. v (W. 543 H)
Beliau bertutur,
“Tidaklah
keridhaan orang-orang Yahudi dan Nashara kepada pengikut Musa dan Isa sama
seperti keridhaan orang-orang Rafidhah kepada para shahabat Muhammad Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam. Yakni, (kaum
Rafidhah) menghukumi (para shahahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam) bahwa para
(shahabat) bersepakat di atas kekafiran dan kebatilan.” [Al-‘Awâshim Min
Al-Qawâshim hal. 192]
Imam Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah 26. v (W. 728 H)
Beliau
menyatakan,
“… dan cukuplah
Allah sebagai Yang Maha Mengetahui bahwa, dalam seluruh kelompok yang bernisbah
kepada Islam, tiada yang (membawa) bid’ah dan kesesatan yang lebih jelek
daripada (kaum Rafidhah) tersebut, serta tiada yang lebih jahil, lebih
pendusta, lebih zhalim, dan lebih dekat kepada kekafiran, kefasikan, dan
kemaksiatan, juga tiada yang lebih jauh dari hakikat keimanan daripada (kaum
Rafidhah) itu.” [Minhâj As-Sunnah 1/160]
Beliau berkata pula, “(Kaum
Rafidhah) membantu orang-orang Yahudi, orang-orang Nashara, dan kaum musyrikin
terhadap ahlul bait Nabi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam dan umat beliau yang beriman sebagaimana mereka telah
membantu kaum musyrikin dari kalangan At-Turk dan Tartar akan perbuatan mereka
di Baghdad dan selainnya terhadap ahlul bait Nabi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam dan Ma’din
Ar-Risâlah, keturunan Al-‘Abbâs dan ahlul bait yang lain, berupa
pembunuhan, penawanan, dan perusakan negeri-negeri. Kejelekan dan bahaya
(orang-orang Rafidhah) terhadap umat Islam takkan mampu dihitung oleh orang
yang fasih berbicara.” [Majmu’ Al-Fatâwâ 25/309]
*Disadur
dan diringkas dari Al-Intishâr Li Ash-Shahbi Wa Al-Âl Min Iftirâ`ât As-Samâwy
Adh-Dhâl hal. 90-11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar