Minggu, 27 Juli 2014

Sikap Ulama-Ulama Islam Terhadap Kaum Syiah Yang Sangat Sesat



Pada hari-hari ini, kita melihat bahwa kaum Syi’ah sibuk menyebarkan lembaran-lembaran dari beberapa tokoh yang berisi beberapa pernyataan bahwa agama Syi’ah tidak sesat. Hal ini sudah menjadi kebiasaan kaum Syi’ah, pada negeri tempat mereka menganggap diri-diri mereka sebagai kaum minoritas, untuk menyerukan pendekatan atau persatuan antara Sunni dan Syi’ah serta yang semisalnya. Seluruh hal tersebut adalah upaya untuk mengaburkan sikap ulama Islam terhadap agama Syi’ah. Berikut beberapa ucapan ulama kaum muslimin tentang agama Syi’ah agar umat Islam mengetahui bagaimana sikap ulama Islam yang sesungguhnya terhadap agama Syi’ah.



Imam ‘Alqamah bin Qais An-Nakha’iy 1. v (W. 62 H)

Beliau berkata,

“Sungguh kaum Syi’ah ini telah berlaku ekstrem terhadap ‘Ali Rodhialloohu ‘Anhu sebagaimana kaum Nashara berlaku ekstrem terhadap Isa bin Maryam.” [Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/548]



Imam ‘Amr bin Syarâhîl Asy-Sya’by Al-Kûfy 2. v (W. 105 H)

Beliau bertutur,

 “Saya tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih dungu daripada kaum Syi’ah.” [Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/549, Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/497, dan Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jam’âh 7/1461]



Beliau juga bertutur,

 “Saya melihat kepada pemikiran-pemikiran sesat ini, dan Saya telah berbicara dengan penganutnya. Saya tidak melihat bahwa ada suatu kaum yang akalnya lebih pendek daripada kaum (Syi’ah) Al-Khasyabiyah.” [Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah 2/548]



Imam Thalhah bin Musharrif 3. v (W. 112 H)

Beliau berkata,

 “(Kaum Syi’ah) Rafidhah tidak boleh menikahi kaum perempuan mereka dan tidak boleh memakan daging-daging sembelihannya karena mereka adalah kaum murtad.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Ash-Shughrâ` hal. 161]



Imam Abu Hanîfah Muhammad bin An-Nu’mân 4. v (W. 150 H)

Beliau berucap,

“Al-Jamâ’ah adalah (berarti) engkau mengutamakan Abu Bakar, Umar, Ali, dan Ustman, serta janganlah engkau mencela seorang pun shahabat Rasulullah n. [Al-Intiqâ` Fî Fadhâ`il Ats-Tsalâtsah Al-A`immah Al-Fuqahâ` hal. 163]



Imam Mis’ar bin Kidâm 5. v (W. 155 H)

Imam Al-Lâlakâ`iy meriwayatkan bahwa Mis’ar bin Kidâm dijumpai seorang lelaki dari kaum Rafidhah, kemudian orang tersebut membicarakan sesuatu dengannya, tetapi kemudian Mis’ar berkata,

 “Menyingkirlah dariku. Sesungguhnya engkau adalah syaithan.” [Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wal Jamâ’ah 8/1457]



Imam Sufyân bin Abdillah Ats-Tsaury 6. v (W. 161 H)

Muhammad bin Yusuf Al-Firyâby menyebut bahwa beliau mendengar Sufyân ditanya oleh seorang lelaki tentang pencela Abu Bakr dan Umar,

Sufyân pun menjawab, “(Pencela itu) adalah kafir kepada Allah Yang Maha Agung.”


Orang tersebut bertanya, “(Bolehkah) Kami menshalatinya?”

(Sufyân) menjawab, “Tidak. Tiada kemuliaan baginya.”

Kemudian beliau ditanya, “Lâ Ilâha Illallâh. Bagaimana kami berbuat terhadap jenazahnya?”

Beliau menjawab, “Janganlah kalian menyentuhnya dengan tangan-tangan kalian. Angkatlah (jenazah itu) dengan kayu hingga kalian menutup kuburnya.” [Disebutkan oleh Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lâm An-Nubalâ` 7/253]



Imam Malik bin Anas 7. v (W. 179 H)

Beliau bertutur,

“Orang yang mencela shahabat Nabi n tidaklah memiliki saham atau bagian apapun dalam keislaman.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah hal. 162 dan Al-Khatsûl dalam As-Sunnah 1/493]

Asyhab bin Abdul Aziz menyebutkan bahwa Imam Malik ditanya tentang Syi’ah Rafidhah maka



Imam Malik menjawab,

 “Janganlah kalian meriwayatkan hadits dari mereka

Sesungguhnya mereka itu sering berdusta.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ` sebagaimana dalam Minhâj As-Sunnah karya Ibnu Taimiyah 1/61]



Imam Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim 8. v (W.182 H)

Beliau berkata,

 “Saya tidak mengerjakan shalat di belakang seorang Jahmy (penganut Jahmiyah), Râfidhy (penganut paham Syi’ah Rafidhah), dan Qadary (penganut paham Qadariyah).” [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 4/733]



Imam Abdurrahman bin Mahdi 9. v (W. 198 H)

Beliau berucap,

 “Ada dua agama (yang bukan Islam, -pent.), yaitu Jahmiyah dan Rafidhah.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dalam Khalq Af’âl Al-‘Ibâd hal.125]



Imam Muhammad bin Idris Asy-Syâfi’iy 10. v (W. 204 H)

Beliau berkata,

 “Saya tidak pernah melihat seorang pun penganut hawa nafsu yang lebih dusta dalam pengakuan dan lebih banyak bersaksi palsu melebihi Kaum Rafidhah.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ` 2/545 dan Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/1457]



Imam Yazîd bin Harun 11. v (W. 206 H)

Beliau berkata,

 “Boleh mencatat (hadits) dari setiap penganut bid’ah yang menyeru kepada bid’ahnya, kecuali (Syi’ah) Rafidhah karena mereka sering berdusta.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibânah Al-Kubrâ` sebagaimana dalam Minhâj As-Sunnah 1/60 karya Ibnu Taimiyah]



Imam Muhammad bin Yusuf Al-Firyaby 12. v (W. 212 H)

Beliau berkata,

“Saya tidak memandang kaum Rafidhah dan kaum Jahmiyah, kecuali sebagai orang-orang zindiq.” [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/1457]



Imam Al-Humaidy, Abdullah bin Az-Zubair 13. v (W. 219 H)

Setelah menyebutkan kewajiban mendoakan rahmat bagi para shahabat, beliau berkata,

“Kita tidaklah diperintah, kecuali memohonkan ampunan bagi (para shahabat). Siapa saja yang mencerca mereka atau merendahkan mereka atau salah seorang di antara mereka, dia tidaklah berada di atas sunnah dan tidak ada hak apapun baginya dalam fâ`i.” [Ushûl As-Sunnah hal.43]



Imam Al-Qâsim bin As-Sallam 14. v (W. 224 H)

Beliau berkata,

 “Saya telah hidup dengan seluruh manusia. Saya telah berbicara dengan ahli kalam dan … demikian. Saya tidak melihat ada yang lebih kotor, lebih menjijikkan, argumennya lebih lemah, dan lebih dungu daripada kaum Rafidhah ….” [Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/499]



Imam Ahmad bin Yunus 15. v (W. 227 H)

Beliau berkata,

 “Sesungguhnya kami tidaklah memakan sembelihan seorang Syi’ah Rafidhah karena dia, menurut Saya, adalah murtad.” [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jamâ’ah 8/459]


Imam Ahmad bin Hanbal 16. v (W. 241 H)

Banyak riwayat dari beliau tentang celaan terhadap kaum Rafidhah. Di antaranya adalah:

Beliau ditanya tentang seorang lelaki yang mencela seorang shahabat Nabi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam maka beliau menjawab:

“Saya tidak memandang bahwa dia di atas (agama) Islam.” [Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/493]


Beliau juga ditanya tentang pencela Abu Bakr, Umar, dan Aisyah maka beliau menjawab:

“Saya tidak memandang bahwa dia di atas (agama) Islam.” [Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/493]


Beliau ditanya pula tentang orang yang bertetangga dengan (Syi’ah) Rafidhah yang memberi salam kepada orang itu. Beliau menjawab:

“Tidak (dijawab). Bila (orang Syi’ah) itu memberi salam kepada (orang) itu, janganlah dia menjawab (salam) tersebut.” [Diriwayatkan oleh Al-Khallâl dalam As-Sunnah 1/494]


Imam Al-Bukhâry, Muhammad bin Ismail 17. v (W. 256 H)

Beliau berkata,

 “Saya tidak peduli. Baik Saya melaksanakan shalat di belakang Jahmy dan Rafidhy maupun Saya mengerjakan shalat di belakang orang-orang Yahudi dan Nashara, (ketidakbolehannya sama saja). (Seseorang) tidak boleh menjenguk mereka, menikahi mereka, dan bersaksi untuk mereka.” [Khalq Af’âl Al-‘Ibâd hal. 125]



Imam Abu Zur’ah Ar-Râzy, Ubaidullah bin Abdil 18. Karim v (W. 264 H)

Beliau berkata,

“Apabila engkau melihat seorang lelaki yang merendahkan seorang shahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam, ketahuilah bahwa dia adalah zindiq. Hal itu karena, di sisi Kami, Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam adalah benar dan Al-Qur`an adalah benar. Sesungguhnya, penyampai Al-Qur`an ini dan hadits-hadits adalah para shahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam. Orang Syi’ah yang mencela shahabat) hanya ingin mempercacat saksi-saksi Kita untuk menghasilkan Al-Kitab dan Sunnah, Celaan terhadap (kaum pencela itu) adalah lebih pantas dan mereka adalah para zindiq.” [Diriwayatkan oleh Al-Khâtib dalam Al-Kifâyah hal. 49]



Imam Abu Hâtim Ar-Râzy, Muhammad bin Idris 19. v (W. 277 H)

Ibnu Abi Hâtim bertanya kepada ayahnya, Abu Hâtim, dan kepada Abu Zur’ah tentang madzhab dan aqidah Ahlus Sunnah maka Abu Hâtim dan Abu Zur’ah menyebut pendapat yang disepakati oleh para ulama itu di berbagai negeri. Di antara perkataan mereka berdua adalah bahwa kaum Jahmiyah adalah kafir, sedang kaum Rafidhah telah menolak keislaman. [Diriwayatkan oleh Al-Lâlakâ`iy dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah Wa Al-Jam’âh 1/178]



Imam Al-Hasan bin Ali bin Khalaf Al-Barbahary 20. v (W. 329 H)

Beliau berkata,

“Ketahuilah bahwa seluruh pemikiran sesat adalah menghancurkan, mengajak kepada kudeta. Yang paling hancur dan paling kafir di antara mereka adalah kaum Rafidhah, Mu’tazilah, Jahmiyah. Sesungguhnya mereka menghendaki manusia untuk melakukan ta’thîl dan kezindiqan.” [Syarh As-Sunnah hal. 54]



Imam Umar bin Syâhin 21. v (W. 385 H)

Beliau berkata,

“Sesungguhnya, sebaik-baik manusia setelah Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam adalah Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali Rodhialloohu ‘Anhum serta sesungguhnya seluruh shahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam adalah orang-orang pilihan lagi baik. SesungguhnyaSaya beragama kepada Allah dengan mencintai mereka semua, dan sesungguhnya Saya berlepas diri dari siapa saja yang mencela, melaknat, dan menyesatkan mereka, menganggap mereka berkhianat, serta mengafirkan mereka …, dan sesungguhnya Saya berlepas diri dari semua bid’ah berupa Qadariyah, Murji’ah, Rafidhah, Nawâshib, dan Mu’tazilah.” [Al-Lathîf Li Syarh Madzâhib Ahlis Sunnah hal. 251-252]



Imam Ibnu Baththah 22. v (W. 387 H)

Beliau bertutur,

“Adapun (Syi’ah) Rafidhah, mereka adalah manusia yang paling banyak berselisih, berbeda, dan saling mencela. Setiap di antara mereka memilih madzhab tersendiri untuk dirinya, melaknat penyelisihnya, dan mengafirkan orang yang tidak mengikutinya. Seluruh dari mereka menyatakan bahwa tidak (sah) melaksanakan shalat, puasa, jihad, Jum’at, dua Id, nikah, talak, tidak pula jual-beli, kecuali dengan imam, sedang barangsiapa yang tidak memiliki imam, tiada agamanya baginya, dan barangsiapa yang tidak mengetahui imamnya, tiada agama baginya …. Andaikata bukan karena pengutamaan penjagaan ilmu, yang perkaranya telah Allah tinggikan dan kedudukannya telah Allah muliakan, dan penyucian ilmu terhadap percampuran najis-najis penganut kesesatan serta keburukan pendapat-pendapat dan madzhab mereka, yang kulit-kulit merinding menyebutkannya, jiwa merintih mendengarkannya, dan orang-orang yang berakal membersihkan ucapan dan pendengaran mereka dari ucapan-ucapan bid’ah tersebut, tentulah Saya akan menyebutkan (kesesatan Rafidhah) yang akan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang ingin mengambil pelajaran.” [Al-Ibânah Al-Kubrâ` hal. 556]



Imam Al-Qahthâny 23. v (W. 387 H)

Beliau menuturkan kesesatan Rafidhah dalam Nûniyah-nya,

Sesungguhnya orang-orang Rafidhah adalah sejelek-jelek makhluk yang pernah menapak bebatuan

Dari seluruh manusia yang berbicara dan seluruh jin

Mereka memuji Nabi, tetapi menganggap para shahabatnya berkhianat

Dan mereka menuduh para shahabat dengan kezhaliman dan permusuhan

Mereka (mengaku) mencintai kerabat Nabi, tetapi mencela para shahabat beliau

Dua perdebatan yang bertentangan di sisi Allah

[Nûniyah Al-Qahthâny hal. 21]


Imam Abul Qâsim Ismail bin Muhammad Al-Ashbahâny 24.v (W. 535 H)

Beliau berucap,

Orang-orang Khawarij dan Rafidhah, madzhabnya telah mencapai pengafiran shahabat dan orang-orang Qadariyah yang mengafirkan kaum muslimin yang menyelisihi mereka. Kami tidak berpendapat bahwa boleh melaksanakan shalat di belakang mereka, dan kami tidak berpendapat akan kebolehan hukum para qadhi dan pengadilan mereka. Juga bahwa, siapa saja di antara mereka yang membolehkan kudeta dan menghalalkan darah, tidak diterima persaksian dari mereka.” [Al-Hujjah Fî Bayân Al-Mahajjah 2/551]



Imam Abu Bakr bin Al-‘Araby 25. v (W. 543 H)

Beliau bertutur,

“Tidaklah keridhaan orang-orang Yahudi dan Nashara kepada pengikut Musa dan Isa sama seperti keridhaan orang-orang Rafidhah kepada para shahabat Muhammad Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam. Yakni, (kaum Rafidhah) menghukumi (para shahahabat Rasulullah Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam) bahwa para (shahabat) bersepakat di atas kekafiran dan kebatilan.” [Al-‘Awâshim Min Al-Qawâshim hal. 192]



Imam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 26. v (W. 728 H)

Beliau menyatakan,

“… dan cukuplah Allah sebagai Yang Maha Mengetahui bahwa, dalam seluruh kelompok yang bernisbah kepada Islam, tiada yang (membawa) bid’ah dan kesesatan yang lebih jelek daripada (kaum Rafidhah) tersebut, serta tiada yang lebih jahil, lebih pendusta, lebih zhalim, dan lebih dekat kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan, juga tiada yang lebih jauh dari hakikat keimanan daripada (kaum Rafidhah) itu.” [Minhâj As-Sunnah 1/160]



Beliau berkata pula, “(Kaum Rafidhah) membantu orang-orang Yahudi, orang-orang Nashara, dan kaum musyrikin terhadap ahlul bait Nabi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam dan umat beliau yang beriman sebagaimana mereka telah membantu kaum musyrikin dari kalangan At-Turk dan Tartar akan perbuatan mereka di Baghdad dan selainnya terhadap ahlul bait Nabi Shollalloohu ‘Alaihi Wasallam dan Ma’din Ar-Risâlah, keturunan Al-‘Abbâs dan ahlul bait yang lain, berupa pembunuhan, penawanan, dan perusakan negeri-negeri. Kejelekan dan bahaya (orang-orang Rafidhah) terhadap umat Islam takkan mampu dihitung oleh orang yang fasih berbicara.” [Majmu’ Al-Fatâwâ 25/309]

*Disadur dan diringkas dari Al-Intishâr Li Ash-Shahbi Wa Al-Âl Min Iftirâ`ât As-Samâwy Adh-Dhâl hal. 90-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar