Perang melalui pena, perang pemikiran kami
yakini bagian dari Jihad fi Sabilillah, dengannya kami sangat mengharapkan
balasan keridhoan dari Allah SWT, membuat hati Baginda Nabi Besar Muhammad SAW
bahagia, begitupun para ahlul bait dan sahabat-sahabatnya. Ini adalah
perjuangan akbar melawan gerakan-gerakan, manuver, propaganda dan provokasi
yang dikendalikan oleh satu negara “Republik Syi’ah
Iran.”
Saksikanlah wahai pengikut Syi’ah Rafidhah, kami
akan tetap menentang segala bentuk penyebaran dakwah terselubung anda, camkan!.
Menjadi hak anda untuk melakukan itu kapan dan dimana saja, tapi anda harus
ingat suatu saat kelak, rekonstruksi sistem hukum akan mewujudkan pelarangan
Syi’ah di Indonesia sebagaimana berlaku di Malaysia.
Syi’ah semakin berani menunjukkan eksistensinya
dalam memutarbalikkan fakta, menghasut, dan memfitnah, mencela, mencaci-maki
bahkan sampai mengkafirkan Sahabat Nabi Muhammad SAW, khususnya Khulafaur
Rasyidin.
Salah satu alat propaganda mereka adalah
menanamkan kebencian kepada Sahabat Nabi Muhammad SAW baik secara langsung
maupun tidak langsung, terbuka maupun tertutup. Propaganda itu dilakukan
melalui ceramah di media TV internal mereka (TV Ahlul Bait Indonesia), you
tube, berbagai website dan penerbitan buku, hal ini dilakukan guna menarik
massa dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah. Penerbit Nur Al-Huda -Islamic
Cultural Center (ICC) & Rausyan Fikr (Yogya) yang tergolong paling militan
dalam penyebaran buku-buku provokasi dimaksud.
Syi’ah melembagakan Ritual Bid’ah Majelis
Karbala, mengusung kebenaran padahal penuh dengan kedustaan belaka. Majelis
Karbala adalah sebagai alat menarik massa, mensyi’ahkan kaum Sunni! Tragedi
Karbala sejatinya mereka (Syi’ah) yang seharusnya bertanggungjawab! Merekalah
yang berkhianat meminta Syaidina Husain bin Ali bin Abi Thalib ra datang ke
Kuffah tapi mereka melakukan penghianatan yang keji! Mukhtar at-Tsaqafi adalah
dalang penghianat, dia yang menerima kedatangan Muslim bin Aqil selaku utusan
Syaidinia Husain ra, tapi dia yang meninggalkan Muslim bin Aqil hingga ia
terbunuh.
Mukhtar at-Tsaqafi juga pernah melakukan upaya
makar terhadap terhadap Syaidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Pasca peristiwa
berdarah Karbala dia memanfaatkan situasi dan kondisi kesedihan umat dengan
memimpin pembalasan darah. Dia menjual nama Muhammad Al-Hanafiah ra saudara
seayah Syaidina Husain ra, dengan mengatakan bahwa dia telah mendapatkan restu
dari Muhammad Al-Hanafiah ra.
Kebohongannya yang sangat kurang ajar dengan
mengatakan bahwa Muhammad Al-Hanafiah ra adalah Imam Mahdi as dan dia adalah
wakilnya! Tragedi Karbala telah menjadi ikon marketing agama Syi’ah, peringatan
hari Asyura menjadi wajib bagi mereka. Mereka melebihkan hari Asyura dengan
ratapan. Terlebih lagi tanpa puasa, sebagaimana sangat disunnahkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Apakah ini yang dinamakan madzhab Ahlul Bait, perlu diketahui
penamaan ini hanyalah siasat mereka untuk menutupi jatidirinya “Rafidhah”!
Mengapa demikian massif dan ofensifnya
peringatan Tragedi Karbala itu dipropagandakan, jawabannya adalah membangkitkan
rasa, paham dan semangat untuk membesarkan ajaran agama Syi’ah! Perlu dicatat
upaya ini adalah salah satu dari sekian banyak strategi yang mereka
kembangkan.
Khomeini sang Imam Besar Syi’ah mengatakan
keberhasilan Revolusi Iran (1979) tidak lepas dari pelaksanaan tradisi Majelis
Asyura yang telah berlangsung ratusan tahun di Iran. Mereka dengan licik telah
memutarbalikkan fakta sejarah (distorsi), mereka menyembunyikan asal-muasal
peringatan Karbala.
Riwayat yang shahih menjelaskan bahwa penduduk
Kuffah (Iraq) pada saat itu menyesali perbuatan para kaum lelaki mereka, kaum
wanita ketika menyadari akibat penghianatan kaum lelaki mereka atas gugurnya
Syaidina Husain ra di Karbala. Mereka meratap, dan memukulkan kepala dan badan
mereka dengan tangan mereka sendiri sebagai wujud penyesalan atas penghianatan
besar kaum lelaki mereka.
Pengakuan Khomeini tentang keberhasilan Revolusi
Iran sangat identik dengan Ritual Karbala mengisyaratkan kepada kita bahwa
terdapat potensi ekspansi Revolusi Iran ke berbagai negara, tidak terkecuali
Indonesia! Memang tidak secara langsung, akan tetapi ini dilakukan dengan
sistematis dan terhubung secara emosional.
Pengembangan Ritual Karbala – yang sebenarnya
hanya bersifat tradisi (budaya) Yahudi Persia – diberdayakan sedemikian rupa
dengan label bagian dari agama serta mempunyai fadhilah yang besar bagi para
pengikutnya jaminan bebas dari siksa kubur dan api neraka.
Di lain pihak, bagi kalangan yang tidak
mengikuti Ritual Karbala tidak akan pernah mendapatkan pertolongan (syafaat)
dari Syaidina Husain bin Ali bin Abi Thalib ra, ketika menerima hukuman di
akhirat (Neraka).
Melalui Imam Husain as seseorang yang pernah
menangis dan meratap di peringatan Asyura yang berhak menerima pembebasan dari
siksa Neraka. Kaum Syi’ah telah menjual nama Syaidina Husain Rodhiallohu ‘anhu
suatu pelecehan besar, meniadakan hak Nabi Muhammad SAW sebagai pemegang kuasa
syafaat dari Alloh SWT.
Sebenarnya, agenda besar dan terselubung dibalik
itu semua adalah menjaring sebanyak mungkin pengikut, untuk kemudian menjadi
kekuatan mereka dalam mendukung konsep Wilayatul Faqih, yang merupakan wakil
Imam Mahdi as yang mereka klaim dalam masa ghaib sebagaimana tercantum secara
jelas dalam Konstitusi (UUD) Republik Syi’ah Iran.
Sang Wilayatul Faqih atau lazim dipanggilkan
Rahbar, adalah Ali Khamenei sebagai pengganti Khomeini. Semua organisasi Syiah
di Indonesia bermuara pada kepentingan Iran, mewujudkan Syi’ah Global di semua
negara Sunni.
ICC juga didirikan oleh Iran sebagai bentuk
perpanjangan tangan dan pusat perekrutan. Melalui ICC pengiriman mahasiwa ke
Universitas Iran dilakukan secara terbuka, termasuk mengadakan berbagai kursus
gratis. ICC dibentuk langsung oleh Iran untuk kepentingan jangka panjang mereka
sekaligus sebagai bayang-bayang negara Syi’ah Iran. Ini belum ditambah dengan
banyaknya Masjid, Pesantren, Majelis Taklim baik dalam naungan IJABI, LKAB,
maupun ABI.
Konsep Wilayatul Faqih diberlakukan di berbagai
negara dengan nama Marja at-Taqlid, sebagai perpanjangan Republik Syi’ah Iran!
Lihatlah Lebanon (Hizbullah), Suria dan Irak mereka telah berhasil melemahkan
dan mengembangkan kekuatan militer untuk menekan Sunni!.
Kita harus membendung arus ekspansi mereka.
“TIDAK ADA TAQRIB BAINA MADZAHIB ANTARA SUNNI DENGAN SYI’AH!” alasannya karena
mereka telah menganggap kita – kaum Sunni – akan mati dalam keadaan jahiliyah
karena tidak berimam kepada imam mereka (Karena keyakinan pada imam termasuk
Rukun Iman Agama Syi’ah).
12 (dua belas) Imam yang mereka klaim, adalah
suatu kebohongan, para imam bukan berpaham Syi’ah sebagaimana mereka katakan.
Menyakini paham Imam Syi’ah berarti menolak
kekhalifahan Syaidina Abu Bakar ra, Syaidina Umar ra dan Sayidina Utsman ra,
karena mereka dianggap oleh Syi’ah melakukan penghianatan terhadap Nabi
Muhammad SAW yang menurut mereka telah mewasiatkan jabatan kepemimpinan (imam)
kepada Syaidina Ali ra beserta keturunannya, terakhir imam ke-12 adalah
Muhammad bin Hasan Askari (Imam Mahdi as yang saat ini diyakini sedang ghaib),
padahal Hasan Askari tidak memiliki anak sama sekali.
Dengan mengedepankan taqrib mereka berlindung di
balik ukhuwah Islamiyyah, mereka sah sebagai madzhab resmi dengan menggunakan
nama samaran madzhab ahlul bait.
Mereka mengaku bukan Rafidhah & Ghulat,
seakan mereka bagian dari Zaidiyyah. Padahal jelas-jelas Syi’ah yang di Iran,
Lebanon, Suria, Irak dan negara lainnya, termasuk juga Indonesia adalah
Imamiyyah – Itsna Asyariyah – Rafidhah. Jika memang mereka mengaku bagian dari
Zaidiyah, mengapa Imam Zaid tidak dimasukkan dalam 12 imam mereka?, tentu suatu
hal yang kontradiksi.
Zaidiyah tidak mencaci-maki, melaknat apalagi
mengkafirkan para sahabat, khususnya Khulafaur Rasyidin, tetapi mereka secara
jelas dan nyata melakukan pencaci-makian, melaknat dan mengkafirkan. Semoga
umat Islam tidak terperdaya dengan segala bentuk penyembunyian jatidiri mereka,
penuh kedustaan dengan taqiyyah-nya. Republik Iran juga Republik Taqiyyah
menunggu datangnya Imam Fiktif mereka!.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika telah
muncul fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah serta para sahabatku dicaci-maki, maka
seorang alim harus menampilkan ilmunya. Siapa yang tidak melakukan hal itu maka
ia akan terkena laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia”.
Ditakhrij oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab al-Jami’ fi Adab al-Rawi wa
al-Sami’. (Kitab Muqaddimah Qanun Asasi Jam’iyah NU, hlm.25-26).
Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, menulis
kitab “Ar-Ra’at Al-Ghamidhoh fi Naqdh Kalam Ar-Rofidhoh”. Al-Habib Salim
bahkan telah “mengkafirkan Syiah Rofidhoh karena telah dianggap
mencaci para khulafa’ rasyidin” di dalam kitab tersebut (hlm. 7-8 dan 11).
Nubuat Nabi SAW, telah terbukti, masihkah kita berdiam diri, masihkah kita
mengedepankan taqrib – ukhuwah Islamiyah?, masihkah kita tidak perduli?
masihkah kita membiarkan hingga anak-anak keturunan kita menjadi target
perekrutan mereka?.
Semua itu menjadi ancaman serius dan nyata,
meniadakan Syi’ah Rafidhah sama saja kita mengingkari adanya matahari yang tiap
hari kita lihat! (Ceramah Al-Habib Achmad bin Zein Al-Kaff). Syiah berbeda
Rukun Iman dan Rukun Islamnya dengan kita, Syi’ah telah mengkafirkan sahabat
mulia Nabi SAW yang dijamin masuk syurga oleh Allah, apakah masih kita katakan
Syi’ah itu Islam? (Al-Ustadz M. Abu Jibriel AR). “Saksikanlah Wahai Semua
Malaikat, Semua Manusia Bahwa Kami Telah Melaksanakan Kewajiban Perintah Allah
Swt.”
Ditulis oleh:
Drs. A. Subki Saiman, MA. dan DR.
(Cand) H. Abdul Chair Ramadhan, MH, MM. Peneliti lembaga Kajian Strategis
Al-Maqashid Syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar