Mengapa Mereka Dinamakan
dengan Rafidhah ?
Mereka dinamakan dengan
Rafidhah (kaum yang meninggalkan) karena mereka meninggalkan Zaid bin ‘Ali,
ketika mereka meminta beliau untuk menyatakan putus hubungan dengan Abu Bakar
dan ‘Umar, tetapi beliau justru mendoakan rahmat untuk mereka berdua. Maka
mereka mengatakan, ”Jika demikian, kami akan meninggalkanmu”. Maka beliau (Zaid
bin ‘Ali) berkata, ”Pergilah
! Sesungguhnya kalian adalah Rafidlah (orang-orang yang
meninggalkan)”.
Adz-Dzahabi berkata
dalam Siyaru A’laamin-Nubalaa’ (5/390) bahwa ‘Isa bin Yunus
berkata,”Orang-orang Rafidlah datang menemui Zaid, lantas mereka berkata :
‘Buatlah pernyataan putus hubungan dengan Abu Bakar dan ‘Umar sehingga kami
membantumu’. Maka beliau menanggapi : ‘Bahkan aku loyal kepada mereka berdua’.
Mereka pun berkata : ‘Jika
demikian, maka kami meninggalkanmu’. Dari situlah mereka
dikatakan Rafidhah”.
Syaikhul-Islam Ibnu
Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fataawaa (4/435) : “Dikatakan
kepada Al-Imam Ahmad : ‘Siapa itu Rafidhah ?’. Beliau menjawab : ‘Orang yang mencela Abu Bakar dan
‘Umar’. Karena alasan inilah mereka dinamakan Rafidhah. Sebab,
mereka meninggalkan Zaid bin ‘Ali ketika beliau loyal kepada kedua khalifah
tersebut sedangkan mereka benci kepada keduanya. Sehingga orang yang membenci
mereka berdua dinamakan Rafidlah”.
Ada yang berkata bahwa
mereka dinamakan Rafidlah sebab mereka meninggalkan Abu Bakar dan ‘Umar.
Pencetus Pertama Agama
Syi’ah Rafidhah
Orang pertama yang
mencetuskan paham Rafidlah adalah ‘Abdullah
bin Saba’ Al-Yahud dari kalangan Yahudi Yaman. Dia
menampakkan keislaman, kemudian datang ke Madinah pada masa khalifah yang
lurus, ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ‘anhu.
Ibnu Taimiyyah juga
berkata pada sumber yang lalu,”Asal-usul Rafidlah dari kalangan munafiq dan
zindiq. Rafidlah itu dibuat oleh Ibnu
Saba’ yang zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim mendukung
’Ali dengan propaganda bahwa ’Ali lebih berhak untuk kepemimpinan dan ada
wasiat bagi ’Ali”.
Beliau juga berkata pada
(28/483),”Para ulama menyebutkan bahwa permulaan paham Rafidlah adalah dari
seorang zindiq bernama ’Abdullah
bin Saba’. Dia menampakkan keislaman dan menyembunyikan agama
Yahudinya. Dia ingin merusak Islam sebagaimana yang dilakukan Paulus An-Nashraniy
yang dahulunya Yahudi ketika merusak agama Nashrani”.
Ibnu Abil-’Izz
Al-Hanafiy berkata dalam Syarh Ath-Thahawiyyah hal. 490
dengan tahqiq Al-Albani, ”Asal mula paham Rafidlah dimunculkan
oleh seorang munafiq lagi zindiq yang bermaksud meruntuhkan agama Islam dan
mencela Rasul Shollalloohu
’alaihi wasallam sebagaimana disebutkan para ulama.
Karena ’Abdullah
bin Saba’ si Yahudi ketika menampakkan Islam, dia hanya
ingin merusak Islam dengan tipu daya dan keburukannya, sebagaimana dilakukan
Paulus terhadap agama Nashrani. Dia berpenampilan orang yang rajin beribadah,
kemudian dia perlihatkan amar ma’ruf nahi munkar sampai akhirnya dia berupaya
memfitnah ’Utsman dan membunuhnya. Kemudian ketika datang ke Kuffah, dia
menampakkan sikap ekstrim terhadap ’Ali dan pembelaan kepadanya agar dengan itu
ia mampu untuk mencapai tujuan-tujuannya. Berita itu akhirnya sampai kepada ’Ali,
maka ’Ali bermaksud membunuhnya sehingga dia melarikan diri darinya menuju
Qarqis. Dan berita tentangnya sudah sangat dikenal dalam sejarah. Buku-buku
sejarah menyebutkan bahwa Ibnu Saba’ dulunya seorang Yahudi kemudian dia
tampakkan keislamannya padahal dia seorang munafiq zindiq”.
Ath-Thabari telah
menyebutkannya dalam At-Taarikh (4/430) bahwa Ibnu Saba’
dahulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a.
Ibnul-Atsir berkata
dalam Al-Kamiil (3/77) : ”Abdullah bin Saba’ si Yahudi dulunya
seorang Yahudi dari penduduk Shan’a dan ibunya adalah Sauda’ ”.
Ath-Thabariy menyebutkan
dalam sejarah kejadian-kejadian di tahun 30 H bahwa Ibnu Saba’ mendatangi Abu
Darda’. Maka Abu Darda’ berkata kepadanya,”Siapa kamu ini ? Aku mengira kamu
ini – demi Alloh – seorang Yahudi !”.
Aku (yaitu Penulis – Abu
Bakr ’Abdurrazzaq bin Shalih An-Nahmiy) berkata,”Sehingga ’Abdullah bin Saba’
itu hanyalah seorang Yahudi yang berkedok Islam. Asy-Syahrastani berkata
dalam Al-Milal wan-Nihal (1/204) cet. Daarul-Ma’rifah :
’Saba’iyyah adalah para pengikut ’Abdullah bin Saba’ yang berkata kepada ’Ali :
’Kamulah, kamulah !’. Maksudnya,’Kamu adalah Tuhan’. Maka ’Ali kemudian
mengusirnya ke Al-Madain”.
Orang-orang menyangka
bahwa dia dulunya seorang Yahudi lantas masuk Islam. Ketika beragama Yahudi dia
mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun berwasiat kepada Musa ’alaihis-salaam seperti
yang dikatakannya tentang ’Ali, dialah orang pertama yang memunculkan
pernyataan adanya wasiat tentang kepemimpinan ’Ali radliyallaahu ’anhu dan dari
situlah bercabang berbagai sikap berlebihan (ghulluw). Dia meyakni bahwa
’Ali terus hidup dan tidak akan mati, padanya terdapat sifat ketuhanan, dan
beliau tidak boleh menjadi bawahan. Beliaulah yang datang dari awan, halilintar
adalah suaranya, kilatan petir adalah senyumannya. Beliau nanti akan turun ke
bumi lantas memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan
kedhaliman. Ibnu Saba’ menampakkan ucapan ini setelah wafatnya ’Ali radhiyalloohu ’anhu dan adanya
sejumlah orang yang berhimpun mendukungnya. Merekalah kelompok pertama yang
menyatakan tawaqquf, ghaib, dan akan kembalinya ’Ali. Mereka juga
menyatakan menjelmanya sebagian sifat ketuhanan pada para imam setelah
’Ali radhiyalloohu ’anhu.
Dia (’Abdullah bin
Saba’) berkata,”Makna seperti ini sebenarnya juga diketahui oleh para shahabat,
sekalipun mereka berseberangan dengan keinginannya (’Ali). Ini ’Umar bin
Khaththab, ketika ’Ali mencungkil mata seseorang dengan benda tajam di tanah
suci, dilaporkan kepadanya (’Umar) dan ia berkomentar,’Apa yang sanggup aku
katakan terhadap tangan Allah yang telah mencungkil mata di tanah suci milik
Allah ?’. Jadi ’Umar memberikan baginya sebutan ketuhanan karena memang ’Umar
mengetahui sifat itu pada diri ’Ali”.
Biografi Abdullah bin
Saba’ dalam Kitab Ulama Ahlussunnah
Berikut ini adalah
biografi ’Abdullah bin Saba’ si Yahudi dalam kitab Mizaanul-I’tidaal karya
Adz-Dzahabi dan Lisaanul-Miizaan karya Ibnu Hajar.
Al-Hafidh Adz-Dzahabi
berkata,”Abdullah bin Saba’ termasuk orang-orang zindiq yang paling ekstrim,
sesat, dan menyesatkan. Aku mengira ’Ali yang membakarnya dengan api.
Al-Jauzajani berkata : ’Dia meyakini bahwa Al-Qur’an itu hanya satu bagian dari
sembilan bagian yang ilmunya ada pada ’Ali. ’Ali mengusirnya setelah bertekad
melakukannya”.
Al-Hafidh Ibnu Hajar
berkata dalam Lisaanul-Miizaan (29/30) :
”Ibnu ’Asakir berkata
dalam Tarikh-nya : ’Asalnya dari Yaman, dulunya dia seorang Yahudi
kemudian dia menampakkan kesialaman. Kemudian dia berkeliling ke negeri-negeri
muslimin untuk memalingkan mereka dari ketaatan kepada penguasa dan menyusupkan
keburukan di tengah-tengah mereka. Dia memasuki kota Damaskus untuk tujuan tadi
pada masa ’Utsman’.
Kemudian dia (Ibnu
’Asakir) meriwayatkan dari jalan Saif bin ’Umar At-Tamimi dalam Al-Futuhdengan
kisah yang panjang, tetapi sanadnya tidak benar. Juga dari jalan Ibnu Abi
Khaitsamah, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ’Abbad,
ia berkata : Telah menceritakan hadits kepada kami Sufyan, dari ’Ammar
Ad-Duhni, ia mengatakan : Aku mendengar Abu Ath-Thufail berkata :
رأيت
المسيب
بن
نجبة
أتى
به
دخل
على
المنبر
فقال
ما
شأنه
فقال
يكذب
على
الله
وعلى
رسوله
Aku melihat Al-Musayyib
bin Najbah datang menyeretnya (yaitu Ibnu Saba’), sementara ’Ali sedang berada
di atas mimbar. Lantas beliau (’Ali) berkata,”Ada apa dengannya ?”. Al-Musayyib
berkata,”Dia berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya”. [1]
Beliau (Ibnu ’Asakir)
juga berkata : Telah menceritakan kepada kami ’Umar bin Marzuq, dia berkata :
Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Zaid bin
Wahb, dia berkata : ’Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ta’ala ’anhu berkata,
ما
لي
ولهذا
الخبيث
الأسود
يعني
عبد
الله
بن
سبأ
كان
يقع
في
أبي
بكر
وعمر
رضى
الله
تعالى
عنهما
”Apa urusanku
dengan al-hamil [2] yang hitam ini – yaitu ’Abdullah bin Saba’
– ?. Dia biasa mencela Abu Bakar dan ’Umar radhiyaloohu Ta’ala ’Anhuma”. [3]
Dari jalan Muhammad bin
’Utsman bin Abi Syaibah, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Al-’Alla’ dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ayyas,
dari Mujahid, dari Asy-Sya’bi, dia berkata : ”Orang pertama yang berbuat
kedustaan adalah ’Abdullah bin Saba’ ”. Abu Ya’la Al-Mushili berkata
dalam Musnad-nya : Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, dia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan Al-Asadi, dia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Harun bin Shaalih, dari Al-Haarits bin
’Abdirrahman, dari Abul-Jalas, ia berkata : Aku mendengar ’Ali berkata kepada
’Abdullah bin Saba’ :
والله
ما
أفضى
إلي
بشيء
كتمه
أحدا
من
الناس
ولقد
سمعت
يقول
إن
بين
يدي
الساعة
ثلاثين
كذابا
وإنك
لأحدهم
”Demi Allah, beliau
tidak pernah menyampaikan kepadaku sesuatupun yang beliau sembunyikan dari
manusia. Benar-benar aku mendengar beliau bersabda,’Sesungguhnya sebelum terjadinya kiamat ada tiga puluh pendusta’;
dan engkau adalah salah satu dari mereka”.[4]
Abu Ishaq Al-Fazari
berkata : Dari Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Abu Az-Za’ra’, dari Zaid
bin Wahb : Bahwasannya Suwaid bin Ghafalah masuk menemui ’Ali rodhiyalloohu ’anhu di masa
kepemimpinannya. Lantas dia berkata,”Aku melewati sekelompok orang
menyebut-nyebut Abu Bakar dan ’Umar (dengan kejelekan). Mereka berpandangan
bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu kepada mereka berdua.
Diantara mereka adalah ’Abdullah bin Saba’ dan dialah orang pertama yang
menampakkan hal itu”. Lantas ’Ali berkata,”Aku berlindung kepada Allah untuk
menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan”. Kemudian
beliau mengirim utusan kepada ’Abdullah bin Saba’ dan mengusirnya ke
Al-Madaain. Beliau juga berkata,”Jangan sampai engkau tinggal satu negeri
bersamaku selamanya”. Kemudian beliau bangkit menuju mimbar sehingga manusia
berkumpul. Lantas beliau menyebutkan kisah secara panjang lebar yang padanya
terdapat pujian terhadap mereka berdua (Abu Bakar dan ’Umar), dan akhirnya
berliau berkata,”Ketahuilah, jangan pernah sampai kepadaku dari seorangpun yang
mengutamakan aku dari mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai
hukuman untuk orang yang berbuat dusta”.[5]
Berita tentang ’Abdullah
bin Saba’ ini sangatlah masyhur dalam buku-buku sejarah dan dia tidak mempunyai
satu riwayat hadits pun, walhamdulillah. Dia mempunyai pengikut yang dikenal
dengan Saba’iyyah yang meyakini sifat ketuhanan ’Ali bin Abi Thalib dan ’Ali
telah membakarnya dengan api pada masa kekhalifahannya” [selesai perkataan
Ibnu Hajar dalam Lisaanul-Miizaan].
Saba’iyyah Dihukum Dengan
Cara Yang Paling Buruk
Amirul-Mukminin ’Ali bin
Abi Thalib telah membakar pengikut si Yahudi ’Abdullah bin Saba’ setelah beliau
menasihati agar mereka kembali dan bertaubat kepada Allah dari kesesatan dan
penyelewengan mereka. Al-Bukhari meriwayatkan (12/335) dalam Fathul-Baari no.
6922, beliau berkata : Telah memberikan hadits kepada Abu An-Nu’mar Muhammad
bin Al-Fadhl ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid, dari
Ayyub, dari ’Ikrimah bahwasannya ia berkata :
أتى
علي
رضى
الله
تعالى
عنه
بزنادقة
فأحرقهم
فبلغ
ذلك
بن
عباس
فقال
لو
كنت
أنا
لم
أحرقهم
لنهي
رسول
الله
صلى
الله
عليه
وسلم
لا
تعذبوا
بعذاب
الله
ولقتلتهم لقول رسول الله
صلى
الله
عليه
وسلم
من
بدل
دينه
فاقتلوه
”Didatangkan kepada
’Ali rodhiyalloohu ’anhu sekelompok
orang zindiq, lantas beliau membakarnya. Kemudian berita itu sampai kepada Ibnu
’Abbas radliyallaahu ’anhuma, maka beliau berkata : ”Seandainya aku yang
menghukumnya, maka aku tidak akan membakarnya, sebab ada larangan dari
Rasulullah shollalloohu ’alaihi
wasallam : ’Janganlah
kalian menyiksa dengan siksaan Allah (yaitu api), akan tetapi aku
akan membunuhnya karena sabda Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam : ’Barangsiapa
yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia”.
Ibnu Hajar ketika
menjelaskan hadits ini berkata :
”Abul-Mudhaffar
Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan-Nihal bahwa yang
dibakar oleh ’Ali itu adalah orang-orang Rafidlah yang mengklaim sifat ketuhanan
pada diri ’Ali. Dan mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah
’Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang menampakkan keislaman. Dia membuat
bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah
apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thahir Al-Mukhlish dari
jalan ’Abdullah bin Syuraik Al-’Amiriy, dari ayahnya ia berkata : Dikatakan
kepada ’Ali : ’Disana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim
bahwa engkau adalah Rabb mereka’. Lantas beliau memanggil mereka dan berkata
kepada mereka : ’Celaka kalian, apa yang kalian katakan ?’. Mereka menjawab :
’Engkau adalah Rabb kami, pencipta kami, dan pemberi rizki kami’. ’Ali berkata
: ’Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan
sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku
mentaati Allah, maka Alloh akan memberiku pahala jika Dia berkehendak. Dan jika
aku bermaksiat, maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertaqwalah kalian
kepada Alloh dan kembalilah’’. Tetapi mereka tetap enggan.
Ketika datang hari
berikutnya, mereka datang lagi kepada ’Ali, kemudian datanglah Qanbar dan
berkata, ’’Demi Alloh, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu’’. ‘Ali
pun berkata, ‘’Masukkan mereka kemari’. Tetapi mereka masih mengatakan seperti
itu juga. Ketiga hari ketiga, beliau berkata, ’‘Jika kalian masih
mengatakannya, aku benar-benar akan membunuh kalian dengan cara yang paling
buruk’’ . Tetapi mereka masih berkeras masih menjalaninya. Maka ’Ali berkata, ’’Wahai
Qanbar, datangkanlah kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan
alat-alat kerja lainnya. Lantas, buatkanlah untuk mereka parit-parit yang
luasnya antara pintu masjid dengan istana’’. Beliau juga berkata, ‘’Galilah dan dalamkanlah
galiannya’’.
Kemudian beliau
memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit
tersebut. Beliaupun berkata,’Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau
kalian kembali (pada agama Allah)’. Maka ’Ali melempar mereka ke dalamnya,
sampai ketika mereka telah terbakar, beliau pun berkata :
اني إذا
رأيت
أمرا
منكرا
– أوقدت
ناري
ودعوت
قنبرا
Ketika aku melihat perkara yang
munkar,
Aku sulut apiku dan aku panggil Qanbar
Ini adalah sanad yang
hasan. [selesai perkataan Ibnu Hajar dalam Fathul-Baari].
Makar Ibnu Saba’ Setelah
Kematian Ali bin Abi Tholib
Adapun ’Abdullah bin
Saba’, maka ’Ali mengusirnya ke Al-Madaain. Ketika ’Ali meninggal dan berita
kematian ’Ali sampai kepada ’Abdullah bin Saba’, dia berkata kepada orang yang
membawa berita, ”Seandainya pun engkau membawa berita kepada kami membawa
otaknya dimasukkan ke dalam tujuhpuluh kantong dan engkau berdirikan tujuhpuluh
orang saksi yang adil, maka tentu kami masih bisa memastikan bahwa dia belum
terbunuh dan tidak akan mati sampai menguasai bumi”.[6]
Ibnu Saba’Al-Yahudi
memanfaatkan kematian Amirul-Mukminin ’Ali bin Abi Tholib, dia susupkan
keyakinan-keyakinan rusaknya dan diterima oleh para pengikutnya dari
orang-orang Rafidlah. Mereka pun kemudian menyebarkannya dan menyeru kepadanya.
Di sini, kami akan menyebutkan sebagian yang diperbuat oleh orang Yahudi ni dan
keyakinan-keyakinan rusaknya yang dia masukkan (ke dalam tubuh kaum muslimin) :
1. Mencetuskan kelompok
yang menyimpang ini, yaitu Rafidlah.
2. Upayanya untuk membunuh khalifah
yang lurus Dzun-Nurain (pemilik dua cahaya : dua anak
perempuan Nabi shollalloohu
’alaihi wasallam), yaitu ’Utsman bin ’Affan rodhiyalloohu ’anhu .
3. Mencela shahabat dan
mengkafirkannya, terutama Abu Bakar, ’Umar, dan ’Utsman rodhiyalloohu ’anhum.
4. Keyakinan adanya wasiat
tertulis bagi ’Ali.
5. Sikap ekstrim terhadap
’Ali dan ahli bait.
6. ’Aqidah bada’ (menjadi
nampak).[7]
7. Pengkultusan ’Ali rodhiyalloohu ’anhu .
8. Keyakinan tentang tidak
meninggalnya ’Ali rodhiyalloohu ’anhu .
Jangan
Tertipu Dengan Rafidhah yang Memakai Pakaian Islam
Orang-orang Rafidlah
mengambil ’aqidah yang jelek yang disusupkan oleh orang Yahudi ini[8] dan
mereka sampai sekarang masih meyakini ’aqidah-’aqidah ini dan membelanya,
sebagaimana dikatakan oleh guru kami Al-Imam Al-Wadi’iy[9] dalam kitabnya Al-Ilhadul-Khumaini
fil-Ardlil-Haramain hal. 110, Cet. Daarul-Hadits :
”Mudah-mudahan kaum
muslimin mengambil pelajaran dari kisah ’Abdullah bin Saba’ sehingga mereka
waspada dari tipu daya dan keburukan orang-orang Rafidlah, sebab seruan mereka
terbangun di atas kedustaan dan sungguh betapa miripnya malam ini dengan malam
sebelumnya. Orang-orang Rafidlah sekarang menganut keyakinan ’Abdullah bin
Saba’”.
Ketika ’aqidah
orang-orang Rafidlah diambil dari orang Yahudi ini, maka kamu dapati keserupaan
mereka dengan Yahudi dalam banyak perkara. Penulis[10] telah meletakkan sebuah
pasal dalam risalah ini seputar masalah tersebut. Rafidlah memiliki beberapa
nama.
Mereka disebut Al-Itsna
’Asyariyah nisbat kepada keyakinan mereka tentang 12 imam. Mereka
dinamakan Ja’fariyyah,nisbat kepada Ja’far Ash-Shaadiq. Mereka
dinamakan Imamiyyah karena berpandangan kepemimpinan itu hanya
untuk ’Ali dan anak keturunannya, dan mereka menunggu seorang imam yang akan
muncul di akhir jaman. Mereka juga dinamakan Rafidlah karena sikap mereka yang
meninggalkan Zaid bin ’Ali sebagaimana pembahasan lalu.[11]
Demikianlah, dan
hendaknya diketahui oleh setiap muslim bahwa orang-orang Rafidlah pada
hakekatnya adalah para musuh Islam. Hanyalah mereka berkedok Islam untuk menghantam
Islam. Mereka bahu-membahu dengan semua musuh Islam untuk menghadapi Islam
serta bekerjasama dengan semua orang jahat untuk melawan islam. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.
Artikel
Ustadz Abul Jauzaa’ hafizhahulloh dengan
sedikit perubahan dan pemberian sub judul oleh Akh Abu Umamah.
[1] HR. Ibnu ‘Asakir
dalam Tarikh Dimasyqi (29/7) dan sanadnya hasan.
[2] Al-Hamil
adalah sebutan untuk segala sesuatu yang busuk, dan dia berarti orang
yang botak dan tidak mempunyai rambut. (Al-Qaamus).
[3] HR. Ibnu ‘Asakir
dalam Taarikh Ad-Dimasyqi (29/7) dengan sanad shahih.
[4] Atsar ini tsabit (kokoh),
diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no.
1325, Abu Ya’la dalam Musnad-nya (449), dan Ibnu Abi ‘Ashim
dalam as-Sunnah (982). Al-Haitsami berkata dalam Majma’uz-Zawaaid (7/333)
: “Para perawinya tsiqah (terpercaya)”.
[5] Atsar ini tsabit.
[6] Firaq
Asy-Syi’ah karya An-Naubakhti, hal. 21, Cet. Karbalaa.
[7] Yaitu orang-orang
Rafidlah meyakini bahwasannya akan menjadi terang sesuatu bagi Allah setelah
sebelumnya tersembunyi. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan dengan
ketinggian yang besar. Silakan lihat kitab Buthlaanu ’Aqaaid Asy-Syi’ah karya
Al-’Allamah Muhammad ’Abdus-Sattar At-Turisi, hal. 23 dan Mas-alatut-Taqrib
baina Ahlis-Sunnah wasy-Syi’ah (1/344).
[8] Tidak ada celah
untuk mengingkari eksistensi ‘Abdullah bin Saba’ Al-Yahudiy, sebagaimana
disangka oleh sebagian orang bahwa dia hanyalah cerita dongeng belaka.
Buku-buku sejarah telah menetapkan hakekat perbuatannya bahkan menetapkan
hakekat dirinya, sampai-sampai ditulis oleh orang-orang Syi’ah sendiri.
Tentang hakekat
’Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi ini telah dijelaskan oleh saudaraku yang mulia
’Ali Ar-Razihi dalam kitabnya Taudlihun-Nabaa’ ’an Mua’assis Asy-Syi’ah
’Abdullah bin Saba’ baina Aqlami Ahlis-Sunnah wasy-Syi’ah wa Ghairihim.
Silakan merujuknya.
[9] Yaitu Asy-Syaikh
Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy rohimahulloh –
Abul-Jauzaa’.
[10] Yang dimaksudkan
oleh Asy-Syaikh Abu Bakar ‘Abdurrozzaq bin Shalih An-Nahmy adalah Asy-Syaikh
Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab At-Tamimi rohimahulloh. Sebagai catatan, tulisan ini merupakan bagian dari
muqaddimah Asy-Syaikh An-Nahmy ketika beliau memberikan ta’liq terhadap
kitab Risalah fir-Radd ’alar-Rafidlah karya Asy-Syaikh
Muhammad bin ’Abdil-Wahhab rohimahulloh
– Abul-Jauzaa’.
[11] Dan silakan lihat
kitab Asy-Syi’ah wat-Tasyayyu’ karya Asy-Syaikh Ihsan Ilahi
Dhahir rohimahulloh hal.
296.
Oleh : Abu Bakr
‘Abdurrozzaq bin Shalih bin ‘Ali An-Nahmiy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar