Selasa, 29 Juli 2014

Aliran Sesat syiah



Aliran sesat syi’ah yang di Indonesia dijajakan dengan label agama yang damai, hanyalah tipuan belaka. Karena aslinya, aliran sesat syi’ah itu memerangi Islam, sebagaimana terjadi di Iran dan Suriah, bahkan di Sampang (Madura) sampai akhirnya mendapat perlawanan telak dari ulama dan jama’ah NU yang istiqomah melawan aliran sesat syi’ah laknatulloh.

Bahkan, tudingan Salafy-Wahabi ini oleh propagandis aliran sesat syi’ah militan seperti Zen Al-Hady laknatulloh (narasumber Radio Silaturohim alias Rasil AM 720 di Cibubur Jakarta), ditempelkan kepada pemerintahan Saudi. Lebih jauh, dalam rangka memprovokasi umat Islam untuk membenci Saudi yang katanya Wahabi itu, Zen Al-Hady dalam salah satu dakwah online di Rasil mengatakan pemerintah Saudi pada masa-masa dahulu, pernah menggolongkan pemahaman keagamaan seperti dipraktekkan oleh NU sebagai sesat atau kafir (Lihat tulisan berjudul Radio Silaturahim Pro Syi’ah? http://nahimunkar.com/10988/radio-silaturahim-pro-syiah/)

Benarkah Saudi produsen Salafy-Wahabi sebagaimana dituduhkan pengasong aliran sesat syi’ah dan praktisi bid’ah? Faktanya tidaklah demikian. Said Agil Siradj ketua umum PBNU yang menuntut ilmu di Ummul Quro Makkah hingga tingkat doktoral, kini menjadi pengasong aliran sesat syi’ah dan tetap dengan kegemarannya mempraktikkan bid’ah dholalah.

Habib Riziek pentolan FPI yang pernah menuntut ilmu di Ummul Quro Makkah selama tujuh tahun, ternyata tetap dengan praktik dan pemahaman keagamaan yang khas NU (maulidan, haul, tahlilan dan sebagainya). Namun, meski hanya tujuh hari di Iran (2006), ia sontak menjadi pembela aliran sesat syi’ah laknatullah.

Dari dua contoh di atas, terbukti lulusan Ummul Quro Makkah tidak berpaham Salafy-Wahabi, tetapi justru menjadi pengasong aliran sesat syi’ah dan praktisi bid’ah. Berbeda dengan mahasiswa lulusan Iran, yang hingga kini tetap konsisten menjadi pembela paham sesat syi’ah laknatulloh.

Di tahun 1984, sosok bernama Ibrahim alias Jawad yang ‘hanya’ dua tahun sekolah di Iran, ketika pulang ke Indonesia sudah berani ngebom-ngebom, bahkan membiayai seluruh tindakan radikalnya itu. Doktrin apa yang diajarkan perguruan tinggi di Iran sehingga dengan waktu singkat sudah bisa menghasilkan sosok syi’ah yang militan?

Pertanyaan lainnya adalah, upaya apa yang dilakukan pemerintah Iran sehingga sosok lulusan Ummul Quro yang hanya berkunjung ke Iran selama tujuh hari saja, sudah jadi pembela aliran sesat syi’ah di Indonesia?


Boleh jadi karena doktrin, hipnotis, atau fulus. Penanaman doktrin jelas perlu waktu yang lama, sehingga tidak mungkin dalam waktu tujuh hari seseorang bisa menjadi pembela aliran sesat syi’ah militan. Begitu juga dengan hipnotis, yang berdaya-guna singkat, mungkin dalam hitungan jam atau hari saja efektifitasnya, tidak sampai bertahun-tahun. Yang paling manjur boleh jadi fulus.

Dengan fulus, sosok yang semula laki-laki bisa menjadi perempuan. Dengan fulus, sosok yang semula beragama tauhid bisa menjadi paganis. Dengan fulus, sosok yang semula berakidah ahlussunnah wal jama’ah bisa menjadi berpaham syi’ah laknatullah.

Para pengasong aliran sesat syi’ah itu bukan dalam rangka menegakkan kebenaran agama, mereka kaki tangan pemerintah zionis Iran yang ingin punya basis politik kuat di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, namun kemungkinan bagai buih di lautan.

Mereka mengambil kesempatan untuk mengelabui umat agar tidak melihat secara akidah namun kenyataan secara politik. Itupun tidak utuh. Ancaman syi’ah terhadap kekuasaan negeri-negeri Islam dan Ummat Islam sangat nyata, namun dinafikan begitu saja. Yang dikemukakan adalah bahwa musuh kita itu Israel dan Amerika. Padahal justru syiah itu bikinan Yahudi dan berkomplot dengan Yahudi sampai kini. Kalau tidak, kenapa Ahmadinejad presiden Iran yang syiah itu memberi hadiah kepada Ja’far Murtadha Al-‘Amili penulis buku terbaik yang intinya Masjid Al-Aqsha bukan di Palestina tapi di langit. Seorang ulama besar Syiah abad ini, yakni Jafar Murtada Al Amili, telah menulis sebuah buku berjudul ”Ayna Masjid al-Aqsha?” (Di Manakah Masjid Al Aqsha?) yang intinya mengungkapkan bahwa keberadaan Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya bukanlah di bumi Al-Quds, melainkan di langit.

Itu tentunya untuk menyenang-nyenangkan Yahudi Israel, dan menunjukkan tidak pedulinya terhadap Palestina bahkan tak peduli terhadap kebenaran dalam Islam. Memangnya ketika qiblat Ummat Islam untuk shalat masih ke arah Masjidil Aqsha (sebelum dinasakh ke arah Ka’bah) Nabi Muhammad shollalloohu ‘alaihi wa sallam kalau shalat mendongak menghadap ke langit? Justru yang ada adalah larangan shalat dengan menghadapkan wajah ke langit. Itulah bukti bohongnya syeikh syiah itu, namun karena untuk menyenang-nenangkan Yahudi, maka sampai presiden syiah Iran, Ahamadinejad pun memberi hadiah langsung kepadanya.

Itu belum ancaman keamanan dari segi narkoba dan ancaman rusaknya moral dari segi pelacuran tapi diatasnamakan agama yakni nikah mut’ah. Yang seperti ini padahal sangat berbahaya, namun oleh para pengasong syiah dan bid’ah tidak dianggap sebagai ancaman sama sekali. Sepi. Justru mereka sibuk menonjolkan tentang apa yang mereka sebut persatuan sesama Muslimin.



Maka mereka pun menunjuk adanya upaya upaya mendamai-damaikan Sunni-Syi’ah sebagaimana berlangsung sampai kini. Lalu upaya itu diberi cermin berupa kebijakan politik penguasa di sana-sini, yang pada hakekatnya urusan kebijakan politik yang tidak dapat dijadikan sebagai standar dalam memandang syiah itu sesat atau tidak. Sedangkan untuk urusan akidah, syi’ah sudah jelas tetap sesat menyesatkan, bukan bagian dari Islam, bahkan mengancam kehidupan.

Oleh karena itu, Ummat Islam perlu memegangi aqidahnya bahwa apapun kebijakan politik pemerintah Indonesia, bagi keyakinan Islam: syi’ah tetap sesat menyesatkan. Apapun kebijakan politik Saudi Arabia, bagi keyakinan Islam: syi’ah tetap sesat menyesatkan. Apapun kebijakan politik negara-negara Timur Tengah, bagi keyakinan Islam: syi’ah tetap sesat menyesatkan. Semoga Alloh memberikan hidayah & petunjuk Nya kepada para tokoh Islam yang mencampur-adukkan akidah dengan kepentingan politik, serta ikut-ikutan menerapkan talbis al-iblis ke tengah-tengah umat Islam Indonesia sehingga berpotensi terjerumus ke dalam lembah kesesatan paham sesat syi’ah.

Para pengasong aliran sesat syi’ah itu berupaya agar syi’ah diterima sebagai salah satu mazhab di dalam Islam. Selama ini, di dalam masyarakat Islam, ada empat mazhab yang sudah diakui dunia, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Nah, pengasong aliran sesat syi’ah menggunakan jalur politis untuk memasukkan Mazhab Ja’fari sebagai mazhab kelima.
Mazhab Ja’fari itu sebenarnya sama dengan syi’ah Imamiyah atau Itsna ‘Asyariyah (imam dua belas) yang berkembang di Iran. Syi’ah ini, mengkafirkan siapa saja yang tidak beriman kepada keimaman (al-imamah) yang ada dalam rukun iman mereka. Jadi, mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan, Hanbali itu termasuk yang dikafirkan oleh syi’ah Ja’fari ini. Oleh pengasong syi’ah laknatulloh, syi’ah Ja’fari ini minta diakui sebagai mazhab kelima di dalam Islam (sebagai mazhab Ja’fari).

Di sinilah letak keculasan para pengasong syi’ah. Umat Islam dipaksa-paksa menerima Ja’fari sebagai mazhab Islam, sementara Ja’fari sendiri mengkafirkan umat Islam. Seharusnya umat Islam memerangi Ja’fari yang sudah mengkafirkan umat Islam, bukan menerimanya sebagai bagian dari mazhab Islam.

Zen Al-hady seorang pentolan yang mengusung syiah di Condet Jakarta, dalam serangkaian propagandanya selalu menekankan agar umat Islam tidak menjadikan mazhab sebagai agama, dan sebagainya. Namun sambil menghimbau itu ia justru seperti meng AGAMA kan mazhab Ja’fari. Begitulah watak pengasong syi’ah. Bertindak munafik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar