Oleh Muhammad
Ashim bin Musthafa
Para ahli hadits dan para penulis kitab
Al-Jarh wa At-Ta’dil, [1] para penulis sejarah serta penulis kitab-kitab
tentang aliran-aliran telah sepakat tentang keberadaan tokoh keturunan Yahudi
ini, dia ialah Abdullah bin Saba, yang juga berjuluk Ibnu Sauda.
Peran yang ia mainkan telah menanamkan
bibit kerusakan di kalangan orang-orang munafiqin dan orang-orang sukuisme
serta orang-orang yang di dalam hatinya berakar hawa nafsu dan
keinginan-keinginan buruk lainnya. Andullah bin Saba memperlihatkan keislamannya
pada masa kekhilafahan Utsman. Dia juga mempertontonkan pribadi yang shalih,
kemudian berusaha menjalin kedekatan dengan Ali.
SIAPAKAH ABDULLAH BIN SABA’?
Jati diri Abdullah bin Saba
diperselisihkan. Ada sebagian ulama tarikh yang menisbatkannya ke suku Himyar.
Sementara Al-Qummi memasukkannya ke dalam suku Hamadan. Adapun Abdul Qahir
al-Baghdadi menyebutnya berasal dari kabilah Al-Hirah. Sedangkan Ibnu Katsir
berpendapat, Ibnu Saba berasal dari Rumawi. Tetapi Ath-Thabari dan Ibnu Asakir
menyebutnya berasal dari negeri Yaman.
Syaikh Abdullah Al-Jumaili menyatakan
bahwa dirinya condong kepada pendapat yang terakhir. Dalihnya, pendapat ini
mengakomodasi mayoritas pendapat tentang negeri asal Ibnu Saba. Pendapat ini
tidak bertentangan dengan pendapat pertama (ia berasal dari suku Al-Himyar),
juga dengan pendapat kedua (ia berasal dari suku Hamadan). Pasalnya, dua
kabilah ini berasal dari Yaman. Sementara pendapat Ibnu Katsir dan Al-Baghdadi
tidak sejalan. [2]
Perbedaan pendapat ini muncul lantaran
keberadaan dirinya yang sengaja ia rahasiakan, sampai orang-orang yang sezaman
dengannya pun tidak mengenalnya, baik nama maupun negeri asalnya. Sengaja ia
sembunyikan identitas dirinya, karena ia memiliki rencana rahasia, yaitu ingin
berbuat makar terhadap Islam. Dia tidaklah memeluk Islam, kecuali untuk
mengelabui, karena ia ingin menggerogoti Islam dari dalam.
Salah satu bukti yang menunjukkan ia
sengaja menutup diri, yaitu jawaban yang diberikan kepada Abdullah bin Amir.
Tatkala ia ditanya oleh Abdullah bin Amir tentang asal usulnya, Abdullah bin
Saba menjawab : “(Aku) adalah seorang lelaki dari ahli kitab yang ingin memeluk
Islam, dan ingin berada disampingmu”.
MAKAR IBNU SABA’
Abdullah bin Saba mengunjungi banyak
negeri Islam. Dia berkeliling sambil menghasut kaum muslimin, agar ketaatan
mereka kepada para penguasa meredup. Ia memulai dengan masuk negeri Hijaz,
Bashrah, Kufah. Setelah itu menuju Damaskus. Namun di kota terakhir ini, ia
tidak berkutik. Penduduknya mengusirnya dengan segera. Lantas Mesir menjadi tujuan
selanjutnya dan ia menetap disana.
Langkah
berikutnya, ia melakukan korespondensi dengan orang-orang munafiqin,
memprovokasi para pendengki yang membenci Khalifah kaum muslimin. Banyak yang
terperdaya, hingga kemudian mendukungnya. Dia hembuskan pemahaman yang ngawur
kepada para pendukungnya itu. Dia berhasil menancapkan semangat untuk
memberontak dan tidak taat di kalangan sebagian kaum muslimin. Sehingga mereka
bertekad membunuh Khalifah Utsman. Khalifah yang ketiga, menantu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para pengikut sang penghasut ini tidak
menghormati kemulian kota Madinah. Mereka tidak menghormati kemulian bulan yang
mulia. Juga tidak menghormati orang yang sedang membaca Al-Qur’an. Khalifah
Utsman mereka bunuh saat sedang membaca Al-Qur’an.
Sepak terjang
Abdullah bin Saba sangat nyata terekam sejarah. Namun ada saja yang mengingkari
keberadaannya, dan menganggap Ibnu Sauda hanyalah tokoh dongeng atau fiktif.
Bahkan ada yang menganggapnya sebagai Ammar bin Yasir. Kalau pendapat itu
keluar dari orang Syi’ah atau para orientalis, tentu hal yang lumrah. Akan
tetapi, anehnya, di antara yang menetapkan demikian ini ternyata orang-orang
yang mengaku beragama Islam.
CENDEKIAWAN
MUSLIM YANG MENGINGKARI KEBERADAAN ABDULLAH BIN SABA’
Ada beberapa
pemikir muslim yang menganggap bahwa Abdullah bin Saba hanyalah tokoh fiktif
belaka, sehingga mereka mengingkari keberadaan Ibnu Saba. Di antara
pemikir-pemikir tersebut ialah Dr Thaha Husain. Dia sangat dikenal sebagai
corong orientalis. Pengingkarannya tentang keberadaan Ibnu Saba ini, ia
tuangkan ke dalam tulisannya yang berjudul : Ali wa Banuhu dan Al-Fitnah
Al-Kubra. Dalam tulisannya ini, ia benar-benar telah memenuhi otaknya dengan
pemikiran orientalis, sampai-sampai ia mengatakan : “Aku berfikir dengan kerangka
budaya Perancis dan menulisnya dengan bahasa Arab”.
Tokoh ini telah dijadikan sebagai
kendaraan yang dimanfaatkan oleh Yahudi di Mesir untuk mengibarkan bendera
Yahudi Internasional. Bersama para propagandis sosialisme di Mesir, ia
menerbitkan majalah Katib Mishri. Sejak awal dia juga telah mengumumkan
dukungannya terhadap pemikiran Yahudi Talmudiyyah ; yakni salah satu gerakan
Yahudi yang mendustakan keberadaan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Al-Qur’an dan
Taurat. Sebuah gagasan yang bagi seorang orientalis kafir tidak berani
mengatakannya.
Tentang Ibnu Saba (Ibnu Sauda), Dr
Thaha Husain menyatakan, bahwa ihwal tentang Sabaiyyah dan perintisnya Ibnu
Sauda, cerita tentang mereka hanyalah sekedar dipaksakan, dibuat skenarionya
tatkala terjadi perdebatan atara Syi’ah dan golongan lainnya. Para seteru
Syi’ah ingin memasukkan unsur Yahudi ke dalam prinsip keagamaan Syi’ah, sebagai
usaha untuk lebih mantap dalam mematahkan dan mengganggu mereka …[3]
Selain Dr Thaha Husain, ada tokoh lain
yang juga mengingkari adanya Abdullah bin Saba. Yaitu Dr Hamid Hafni Dawud,
Dekan Jurusan Bahasa Arab Universitas Ain Syams. Dia seorang aktifis gerakan
penyatuan Islam dengan Syi’ah. Sehingga tidak mengherankan jika ia berkata :
“Sesungguhnya, cerita tentang Ibnu Saba (merupakan) salah satu dari kesalahan
sejarah yang lolos dari penelitian para pakar sejarah dan menjadi sentral
pemikiran mereka. Mereka itu sebenarnya tidak paham dan tidak mampu
mencernanya. Ini adalah berita-berita buatan yang dipalsukan atas nama Syi’ah,
sehingga mereka melekatkan kisah Abdullah bin Saba pada mereka (Syi’ah) dan
menjadikannya sebagai cara untuk mendiskkreditkannya” [4]
Sederat nama berikut, memiliki
pandangan yang sama. Mereka ialah : Muhammad bin Jawad Maghnia, Murtadha
Al-Askari, Dr Ali Wardi, Dr Kamil Musthafa Asy-Syibi, Dr Abdullah Fayyad,
Thalib Ar-Raifa’i. mereka adalah pemikir-pemikir yang mengingkari kebenaran
adanya Ibnu Saba. Mereka menyatakan, Ibnu Saba adalah tokoh dongeng yang
hakikatnya tidak ada dalam dunia nyata.
Secara khusus Dr Fayyadh mengatakan :
“Terlihat dengan jelas bahwa Ibnu Saba tidak lebih hanya sekedar cerita tokoh
fiktif belaka dalam dunia nyata. Sepak terjangnya kalau benar ia mempunyai
andil terlalu dilebih-lebihkan lantaran berbagai motivasi agama dan politis.
Dan bukti-bukti lemahnya cerita tentang Ibnu Saba sangat banyak” [5]
Sesungguhnya keberadaan Ibnu Saba ini
tidak hanya ditulis dalam kitab-kitab ahli sunnah, bahkan juga direkam di dalam
buku-buk Syi’ah.
Walaupun ada ulama Syi’ah sekarang ini
mengingkarinya, lantaran telah mengetahui kebobrokan aqidah Ibnu Saba yang
sudah banyak menyelinap di berbagai pecahan kelompok Syi’ah.
Diantara kitab-kitab karya ulama Syi’ah
yang mengungkap keberadaan Abdullah bin Saba’ ialah kitab :
1. Risalah
Al-Irja (karya Al-Hasan bin Muhammad bin Al-Hanafiyah),
2.
Al-Gharat (Abu Ishaq Ibrahim bin
Muhamamd Sa’id Al-Asfahani),
3.
Al-Maqalatu wal Firaq (Sa’ad bin
Abdillah Al-Qummi),
4.
Firaqu Asy-Syi’ah (Muhammad Al-Hasan
bin Musa An-Nubakhti)
5.
Rijalu Al-Kisysyi (Abu Amr Muhammad bin
Umar Al-Kisysyi),
6.
Rijalu Ath-Thusi (Abu Ja’far Muhammad
bin Al-Hasan Ath-Thusi),
7.
Syarah Ibni Abil Hadid li Nahji
Al-Balaghah (Izzudin Abu Hamid Abdul Hamid bin Hibatullah yang lebih popular
dengan sebutan Ibnu Abil Hadid Al-Mu’tazili Asy-Syi’i),
8.
Ar-Rijal (Al-Hasan bin Yusuf Al-Hilli),
9.
Raudhatul Jannat (Muhammad Baqir
Khawansari),
10.Tanqihul Maqal
fi Ahwali ar-Rijal (Abdullah Al-Mamqani),
11.Qamusu Ar-Rijal
(Muhammad Taqiyyi At-Tustari),
12.Raudhatush Shafa, sebuah buku sejarah
tentang Syi’ah yang ditulis dengan bahasa Parsi.
Itulah sebagian buku-buku Syi’ah yang
mengungkap keberadaannya.
Demikian pandangan tokoh-tokoh yang
menyatakan Abdullah bin Saba sekedar tokoh fiktif. Seolah-olah mereka tidak
melupakan kitab-kitab Ahli Sunnah yang dipercaya. Demikian juga, seolah-olah
mereka buta terhadap referensi-referensi kitab Syi’ah yang menjadi rujukan,
yang mengandung kisah tentang Ibnu Saba, aqidah dan klaim-klaimnya yang
didustakan oleh Ali, Ahlul Bait serta berlepas diri dari mereka.
Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IX/1426H/2005.
Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta
Jl.
Solo – Purwodadi KM. 8 Selokaton Gondangrejo, Solo 57183, Telp. 0271-761016
__________
Foote Note:
Foote Note:
[1]. Kitab tentang studi kritis perawi
hadits
[2]. Badzlul Majhud fi Itsbati
Musyabahati Ar-Rafidhah Lil Yahud karya Abdullah Al-Jumaily Maktabah Al-ghuraba
Al-Atsaiyyah Madinah Munawwarah cet. III Thn.1419H/1999M
[3]. Ali wa Banuhu, karya Dr Thaha
Husain, dinukil dari kitab Ibnu Saba Haqiatun La Khayal, karya Dr Sa’di
Al-Hasyimi
[4]. At-Tasyayu Zhahiratun Thabi’iyyah
fi Ithari Ad-Da’wah Al-Islamiyyah, hal. 18 dinukil dari kitab Ibnu Saba
Haqiatun La Khayal, karya Dr Sa’di Al-Hasyimi
[5]. Tarikhul Imamiyyah wa Aslafahim
Minsy Syi’ah, hal.92-100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar